Weight of His Love


The Weight Of His Love

Sei.
 "You’re waiting for something, and know not the name.
It itches behind you but you stay the same.
You know that you’re empty. But you know you’re safe."

Dia tak pernah bisa kujangkau. Seberapapun kerasnya usahaku untuk menyamainya. Seberapa kencangpun aku mencoba untuk berlari.
Di saat tangan ini nyaris menggapainya, ia akan menghindar dengan gerakannya yang halus.
Ia akan mengangguk dan tersenyum, mengusap pelan kepalaku serta memujiku. Namun kemudian ia pergi, seolah tidak mengizinkanku untuk mengetahuinya lebih jauh lagi.

"Tell yourself you’d wait for the one
You never fight! This war can’t be won.
You’re your own worse habit. Your very own stain."

Kau tahu?
Pada titik ini, aku sangat membencimu. Benci sekali rasanya, hingga ke sumsum tulang.
Kau dengan mudahnya membuat segala usahaku sia-sia. Bukan dengan perlawanan dan penolakan.
Kau membuatku merasa tak berguna dengan caramu menganggapku tak ada. Dengan caramu untuk menunjukkan bahwa aku tak pernah menjadi pusat perhatianmu.
Orang-orang menganggapmu sebagai sosok yang sempurna. Namun kau tahu?
Kau memiliki satu kelemahan yang fatal. Kelemahan itu adalah dirimu sendiri, yang tak pernah mau merasa. Yang menutup indera perasaanmu, sehingga semua nampak hambar di matamu.

Kau pikir kau sempurna? Kau hanya berusaha tampak sempurna, namun aku tahu bahwa semua itu hanya topeng belaka.

"But just you wait and see.
The weight of his love will just fall onto all your defenses and you’ll be weak.
So fast you can’t even stop to speak. Why try."

Namun seberapapun aku mencoba membencimu dan beralih, aku tak pernah benar-benar sanggup untuk melakukannya.
Kau tahu? Aku terlanjur tenggelam begitu dalam ke dalam perasaanku ini. Tanpa kusadari, kamu telah menjadi satu-satunya alasanku untuk mengejar impianku.
Hei Ken senpai, beritahu aku,
mungkinkah suatu hari nanti perasaan ini akan tersampaikan padamu seutuhnya?
mungkinkah suatu hari nanti perasaan ini sanggup meruntuhkan dinding pertahananmu dan pada akhirnya, engkau akan membuka pintu hatimu?


"Chance upon his life.
The weight of his love overtakes every path that you walk on and take to heart.
Losing him is the most fearful part. So why try."

Karena sejujurnya, seberapa keraspun aku memberitahu diriku untuk membencimu, ternyata rasa cintaku jauh lebih besar dari itu.
Kehilangan dirimu merupakan satu hal yang paling aku takuti dalam hidup. Jauh melebihi rasa takut kehilangan impianku.
***

Ken.
"It’s been quite awhile since I’ve opened my heart.
A little too long since the day it all started.
I’ve got to move on, cuz I feel the strain"

Aku selalu mengetahuinya setiap kali anak itu memandangku. Ada yang berbeda dari caranya memandangku, dari caranya mengagumiku.
Terkadang ingin rasanya aku menghampirinya, atau berkata lebih kepadanya,
namun ada sesuatu dalam diriku, yang kutaktahu apa itu, yang selalu membuat lidahku tertahan dan pada akhirnya
Tak ada satupun kata terucap.

"Tell yourself you’ve made a mistake,
the age old story: oh how this heart breaks!
But you steel yourself, and soldier on."

Mungkin karena masa lalu itu, ketika aku terluka begitu dalamnya
Begitu dalamnya hingga saat kusadari, aku tak bisa merasakan apapun lagi

Kapan terakhir kali aku mengenal cinta?
Kapan pertama kali aku mengenakan topeng ini?
Aku sendiri pun tak tahu.
Diriku saat ini tidak mengetahui perbedaan air mata dan senyuman

I’d take a bullet before I take love.
I’d break your heart, before I think of
A new excuse, to run away

Yang kutahu, aku harus berlari dan menghindar darinya
Sebelum ada luka baru yang menoreh hatiku

Bila memang aku benar-benar punya hati.
 ***

"Kami dengar Ken-san sangat dekat dengan Sei-kun ya?" tanya seorang nona yang sedang kulayani.
Aku pun tersenyum sopan dan mengangguk. "Iya. Sei adalah junior saya sewaktu sekolah dulu. Ia sangat menghormati saya."
"Kami dengar Sei bergabung dengan cafe ini karena Ken-san? Apa betul?"
"Ya, mungkin. Sebab ia sangat mengidolakan saya dan selalu berkata bahwa salah satu alasannya untuk bergabung di cafe ini adalah saya."
"Wah, manisnya. Kalau begitu berarti Ken-san memang sangat dekat dengan Sei-kun ya!" Nona-nona yang tengah kulayani itu pun terkikik senang.
Aku tersenyum. "Ya begitulah. Bukan berarti saya peduli dengannya, namun saya tahu bahwa ia selalu memperhatikan saya sejak dulu."

Prangg!!
"Aduh, Sei-kun tidak apa-apa?"
Aku menoleh. Tidak jauh dari mejaku ada Sei, juniorku, yang menjatuhkan cangkir berisi coklat panas pesanan Nonanya. Ia menggeleng dan meyakinkan nona yang tengah ia layani bahwa ia baik-baik saja. Ia terlihat gugup dan canggung. Wajahnya pucat, lelah, dan terlihat sedikit sedih. Entah mengapa.
Mungkin ia takut dimarahi Jun-san karena pekerjaannya kurang sempurna.

Ada jeda keheningan yang panjang selama ia membersihkan pecahan cangkir tersebut. Di saat itu pula jeda itu juga mempengaruhiku. Tanpa sadar, aku terdiam dan memperhatikannya hingga selesai. Aku mencoba menerka mengapa wajahnya terlihat seperti itu.

Mungkin,
alasan mengapa ia terlihat begitu rapuh adalah karena ia mendengar perkataanku barusan.

Mungkin tanpa sengaja, atau mungkin sengaja?
Aku telah melukai hatinya. Untuk yang kesekian kalinya. 

Sei, maafkan aku. 
***

Sei.
"But just you wait and see.
The weight of his love will just fall onto all your defenses and you’ll be weak.
So fast you can’t even stop to speak. Why try.
Chance upon his life.
The weight of his love overtakes every path that you walk on and take to heart.
Losing him is the most fearful part. So why?"

Perih.
Bukan karena salah satu pecahan cangkir ini tanpa sengaja menggores kulit jariku.
Namun karena Ken berkata bahwa ia tak pernah peduli terhadapku.
Aku ini menyedihkan ya?

Aku tertawa getir dan merapikan sisa-sisa pecahan cangkir tersebut.
"Mohon maaf atas kejadian ini. Mohon tunggu sebentar Nona, saya akan membawakan coklat panas yang baru," kataku seraya membungkuk dalam-dalam. "Saya permisi dulu, Nona."

Aku melirik Ken senpai yang berdiri tegak di sebelah mejaku. Matanya menatap lurus ke arahku, namun tetap saja aku tidak bisa membaca emosi di dalam matanya.

Dan ternyata, meskipun aku telah sedemikian terluka oleh sikapnya
Tetap saja rasa ini tidak bisa dibunuh. Aku ini memang bodoh.

"But know this.
You’ll be better soon
You owe this
To every broken heart in the room"

Jauh di dalam hati, aku masih saja berharap bahwa suatu saat nanti aku akan mencairkan hatimu dan membuatmu menjadi orang yang lebih baik. Orang yang menjalani harinya tanpa topeng.
Aku bertekad untuk membuatmu setidaknya peduli kepadaku suatu hari ini
Bukan hanya karena aku mencintaimu,
Namun karena kamu berhutang banyak kepadaku,
Pada setiap serpihan hati ini yang patah. 

Ken senpai,
tunggu saatnya ketika beban rasa ini akhirnya sanggup meruntuhkanmu.
***

(inspired by "Weight of Her Love" by Nathan Hartono)



Comments