"Vet Student Seminar: Dog Reproduction & Fertility" -- A Review

Hari ini saya menghadiri sebuah seminar yang diselenggarakan oleh Zen Pet Clinic, PT. Rofaca yang bekerja sama dengan Asosiasi Dokter Hewan Praktisi Hewan Kecil Indonesia, PDHI dan tentu saja FKH IPB di auditorium FKH A. Seminar tersebut bertajuk "Vet Student Seminar: Dog Reproduction & Fertility" yang membahas mengenai sistem reproduksi anjing, terutama siklus estrus dan aplikasi Artificial Insemination pada anjing. Sasaran utama dari seminar ini memang mahasiswa kedokteran hewan, terlihat dari banyaknya jumlah mahasiswa yang mengikuti seminar ini. Peserta seminar didominasi oleh mahasiswa koasistensi (yang ternyata ditugasi untuk mencatat hasil seminar). Namun tak sedikit pula dosen dan staf pengajar yang turut serta dalam seminar ini.

Acara dibuka oleh Kak Titus selaku MC dengan bahasa Inggris gado-gado (campur bahasa Indonesia plus bumbu bahasa Jepang :p ) dan kemudian drh. Estu pun memberikan sambutan. Awalnya saya mengira bahwa seminar akan berlangsung dalam bahasa Inggris, begitu pula diskusinya. Akan tetapi begitu drh. Estu berkata bahwa kami tidak perlu sungkan untuk bertanya dalam bahasa Indonesia, saat itu saya tahu bahwa seminar akan berlangsung secara bilingual, yaitu dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Sambutan kedua diberikan oleh seorang dokter dari Jepang yang saya tidak ingat namanya. Beliau berpesan kepada kami agar memperhatikan presentasi Prof. Tsutsui karena isinya sangat bermanfaat dan bagus sekali. Dan memang, setelah disimak, isi presentasi beliau sangatlah menarik bagi saya.

Professor Toshihiko Tsutsui memulai presentasinya dengan menyapa kami dalam bahasa Indonesia. "Ohayou gozaimasu. Seramat pagi." begitu kata Beliau. Di samping Beliau, duduklah drh. Fachrudin sebagai moderator dan interpreter di seminar ini. Sekedar tahu, Professor Tsutsui ini pernah bekerja di suatu lembaga yang mengembangkan teknologi kloning pada kucing. Teman-teman yang membaca komik Wild Life pasti tahu dan terkagum-kagum pada beliau.

Sesi presentasi terbagi atas dua bagian, bagian pertama membahas tentang siklus estrus pada anjing, anatomi organ reproduksi anjing, serta cara mendeteksi waktu ovulasinya sementara bagian kedua membahas tentang aplikasi Artificial Insemination dan perkembangan ovum serta fetus pada anjing.

Saya mungkin hanya bisa mereview sedikit saja berdasarkan apa yang tadi saya pahami dari penjelasan Prof. Tsutsui dan drh. Fachrudin. Harapan saya, teman-teman lain yang tadi tidak bisa datang pun bisa mengetahui tentang sistem reproduksi anjing. Mungkin beberapa informasi ada yang kurang tepat, mohon dikoreksi.


Sistem reproduksi anjing dan aplikasi inseminasi buatan pada hewan kecil ternyata cukup penting untuk diketahui oleh dokter hewan, terutama dokter hewan praktisi hewan kecil.

Berbeda dengan mamalia lainnya, ovulasi pada anjing terjadi sebelum ovum matang, yaitu sebelum meiosis I. Proses pematangan ovum tersebut berlangsung di saluran reproduksi. Siklus estrus anjing sendiri berlangsung selama 5 hingga 10 bulan untuk satu kali siklus. Siklus diawali dengan terjadinya fenomena "vulval bleeding (barubaru buriiding~ xD)" yang menandai fase awal proestrus. Proestrus terjadi selama 3-27 hari, dan pada saat inilah anjing betina mulai mau menerima kehadiran pejantan untuk mengawininya. Sama seperti kucing, proses ovulasi pada anjing harus diinduksi terlebih dahulu dengan kopulasi. Ovulasi terjadi kurang lebih tiga hari setelah diinduksi dan dapat berlangsung hingga 10 hari. Setelah proestrus berakhir, maka masuklah fase estrus.
Fase estrus pada anjing berkisar antara 5-20 hari, tidak jauh berbeda dengan anggota famili Canidae lain yang masih liar. Pada satwaliar anggota Canidae, seperti misalnya African Wild Dog (Lycaon pictus), masa estrus berkisar antara 5-21 hari. Siklus kemudian dilanjutkan dengan fase diestrus. Pada fase ini, pola hormonal anjing akan tetap sama, baik anjing tersebut hamil maupun tidak. Hal ini sering menyebabkan terjadinya pseudo-pregnancy pada anjing (termasuk Canidae lain) akibat peningkatan hormon, terutama Progesteron pada individu yang bunting maupun tidak. Fenomena ini cukup unik dan khas pada anjing. Nantinya, yang membedakan seekor anjing hamil atau tidak adalah adanya peningkatan hormon prolactin dan relaxin atau tidak. Pada saat tidak terjadi kebuntingan, hormon Prolactin dan Relaxin akan berada pada tingkat basal. Fase diestrus ini berlangsung selama kurang lebih dua bulan. Berdasarkan literatur yang saya baca juga, pada anjing yang bunting, fase diestrus berlangsung selama 56-58 hari sementara apabila anjing tidak bunting maka fase diestrus berlangsung sedikit lebih lama, yaitu selama 60-100 hari.


Siklus dilanjutkan dengan fase anestrus, yaitu sebuah fase di mana anjing betina tidak tertarik secara seksual kepada pejantan. Dengan kata lain, pada fase ini terjadi fase istirahat ovarium. Fase ini terjadi sekitar 3 sampai 6 bulan. Apabila fase ini hendak dipercepat atau diperbaiki, sebagaimana layaknya pada hewan besar, maka hasilnya tidak akan baik. Hal ini disebabkan karena anjing termasuk hewan yang memiliki siklus "monoestrus". Artinya, dalam satu tahun anjing hanya mengalami satu kali siklus estrus.

Prof. Tsutsui mencontohkan bahwa pada kucing di Jepang, siklus estrusnya dipengaruhi oleh efek cahaya alami (lamanya penyinaran matahari) sehingga kucing-kucing di Jepang umumnya estrus mulai dari bulan Januari hingga bulan Agustus. Selebihnya, kucing akan mengalami fase anestrus dan beristirahat secara seksual. Pengaruh musim ini secara tidak langsung berpengaruh pada pola penerimaan betina terhadap pejantan, yang umumnya terjadi pada musim semi hingga musim panas. Professor Tsutsui juga memberitahu kami bahwa berlawanan dengan kucing, domba di Jepang mengalami fase estrus pada bulan September hingga Desember. Pada domba, dapat dilakukan modifikasi siklus estrus dengan menggunakan teknologi implan melatonin sehingga domba dapat dikawinkan di musim lain. Pada manusia sendiri, konsumsi hormon melatonin saat menjelang tidur akan menyebabkan tidur menjadi lelap di saat lingkungan gelap. Seperti yang kita telah ketahui, melatonin berfungsi sebagai jam biologis tubuh, terkait dengan lama terang dan gelap hari. Namun sayangnya, siklus estrus pada anjing tidak dapat dikontrol dengan cahaya, yang artinya aplikasi implan melatonin pada anjing tidak akan memberikan efek terhadap siklus estrusnya.

Anatomi organ reproduksi betina pada anjing rupanya cukup berbeda dengan mamalia lainnya. Pada anjing, ovarium diselimuti oleh ovarian bursa dan terdapat pula fimbrae tubae. Fimbrae berupa celah yang akan terbuka pada saat akan terjadi ovulasi. Ovum yang akan diovulasikan keluar dari ovarium menuju fimbrae tubae melalui celah abdominal tuba uterine menuju oviduct. Karena adanya struktur kantung ovari, pada saat terjadi ovulasi, ovum akan tertampung di dalam bursa tersebut sehingga persentase ovum yang masuk ke dalam oviduct mencapai 100%. Berkaitan dengan hal ini, jumlah primordial follicle anjing pada saat lahir mencapai 700.000 buah dan tidak akan pernah bertambah banyak. Pada saat anjing mencapai tahap dewasa kelamin, jumlah follicle menurun drastis hingga mencapai 350.000 dan semakin menurun hingga berjumlah 3500 pada usia 5 tahun serta 500 pada usia 10 tahun. Ciri unik lainnya pada anjing, di dalam satu folikel anjing terdapat 2 oosit. Namun sayangnya, hingga saat ini belum diketahui apakah keduanya dapat berovulasi secara bersamaan atau tidak.

Metode pengamatan waktu ovulasi anjing dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagai berikut.
1. Metode USG
    Pengamatan ini dilakukan dengan bantuan imaging diagnosis ultrasonography. Menurut Prof. Tsutsui, setelah terjadi ovulasi folikel yang awalnya besar akan menyusut menjadi kecil. Metode ini memerlukan waktu yang cukup banyak karena harus mengamati perubahan struktur folikel dewasa hingga terjadi ovulasi. Ovulasi sendiri terjadi setelah adanya LH surge dan ditandai oleh peningkatan progesteron.

2. Metode Radioimmuno Assay
    Prinsip metode ini adalah mengukur kadar hormon progesteron pada saat tercapainya LH peak hingga beberapa hari setelah terjadinya ovulasi.  Waktu yang diperlukan untuk mengamati peningkatan hormon ini adalah 2-5 hari dengan interval naiknya LH kurang lebih sekita 12 jam.
Pada awalnya, analisa radioimmuno assay hanya dilakukan terhadap hormon LH sebab kadar progesteron pada saat awal siklus sangat rendah. Namun seiring dengan perkembangan, analisa progesteron dengan ELISA menjadi mungkin. Diketahui bahwa hormon progesteron akan tetap meningkat meskipun setelah ovulasi terjadi. Untuk pengamtan dengan metode ini, level plasma progesteron diukur dan dianalisa dengan measuring machine (spotchem vidas). Berdasarkan studi kasus, ovulasi dideteksi terjadi 23 hari setelah onset vulval bleeding dan inseminasi buatan pun dapat dilakukan 4 hari setelahnya. Parturisi kira-kira terjadi 59 hari setelah inseminasi.
Selain menggunakan measuring machine, analisa level progesteron dapat juga menggunakan alat "ovulation timing test kit".

3. Vaginal Smear pada saat estrus
    Prinsip metode ini adalah mengamati preparat swab vaginal dan memperhatikan adanya inti sel. Apabila anjing memasuki fase estrus, maka inti sel pada preparat vaginal smear tersebut akan menghilang.
    Vaginal smear juga dapat dilakukan dengan menggunakan DRAMSKI dog ovulation detector. Alat ini memiliki prinsip untuk membasa ketahanan elektrik terhadap vaginal mucus.

Berdasarkan observasi sebelum dan sesudah ovulasi pada anjing, diketahui bahwa bursa ovarian dapat menampung cairan hingga lima sisi. Setelah ovulasi terjadi, cairan di dalam bursa ovari akan menjadi lebih merah. Untuk aplikasi transfer embrio, rupanya agak berbeda pada anjing. Oosit memang diambil dari oviduct dengan cara flushing dan kemudian dimaturasikan, namun untuk implantasinya, ovum cukup dimasukkan ke dalam ovarian bursa.
Untuk posisi inseminasi buatan pada anjing sendiri tidak jauh berbeda dengan domba. Sperma dimasukkan ke dalam gun IB dan disambungkan dengan spoid, sementara kaki belakang anjing ditarik ke atas sehingga anjing bertumpu dengan kedua kaki depannya. Gun IB pun kemudian diinjeksikan ke dalam uterus anjing dengan posisi lurus. Semen harus langsung diinjeksikan ke dalam uterus karena kualitas semen setelah thawing akan menurun drastis. Jenis semen yang biasa digunakan untuk mengawinkan anjing ada tiga, yaitu chill semen, frozen semen, dan fresh semen.
Fresh semen dapat diinjeksikan langsung ke dalam serviks atau bisa pula dimasukkan langsung ke dalam kornua melalui endoskopi atau kateter. Sementara apabila menggunakan frozen semen, semen harus langsung diinjeksikan ke dalam oviduct melalui endoskopi atau kateter. Tingkat konsepsi pada anjing juga sangat tinggi, apabila 100 ekor dikawinkan maka sekitar 80% akan mengalami konsepsi.

Professor Tsutsui juga menjelaskan tentang perkembangan embrio pada anjing dan hasil penelitiannya mengenai perkawinan anjing Beagle betina dengan golongan darah D2 dengan anjing Beagle jantan golongan darah D2 pada 38 jam sebelum terjadi ovulasi serta dengan anjing Akita jantan golongan darah D1 pada saat 60 jam setelah ovulasi. Jujur saja, saya masih sedikit bingung dengan sistem golongan darah pada anjing dan hubungannya pada saat perkawinan (pengaruh genetik dsb). Namun pada intinya, disebutkan bahwa setelah melewati waktu 60 jam pasca ovulasi, tidak ada lagi ankan Akita yang bisa dilahirkan sementara masih ada anakan Beagle yang dapat dilahirkan. Artinya, kombinasi Beagle D2 dengan Akita D1 memiliki waktu penerimaan kurang lebih 60 jam. Anakan beagle dan akita tersebut pun akan lahir dalam waktu yang bersamaan meskipun waktu perkawinannya berbeda. Konsepsi pada anjing dapat dilakukan mulai dari 48 jam sebelum ovulasi hingga kurang dari 132 jam setelah ovulasi---idealnya, hingga 108 jam setelah ovulasi. Apabila melebihi waktu tersebut, maka kemungkinan besar tidak akan terjadi kebuntingan. Sementara apabila dikawinkan terlalu dini, anakan yang dihasilkan akan menjadi sedikit. Jika sperma langsung dimasukkan ke dalam vulva betina menggunakan inseminasi buatan, maka akan terjadi perpanjangan masa kawin menjadi 9 hari. Akan tetapi, setelah melewati masa 7 hari, apabila anjing dikawinkan pun tidak akan terjadi kebuntingan. Hal ini disebabkan oleh adanya sperma block. Sperma block sendiri disebabkan karena level progesteron yang sudah meningkat, apabila terjadi kopulasi pada tahap ini maka akan beresiko terjadi endometritis.

Seperti yang telah saya tulis sebelumnya, untuk membedakan seekor anjing bunting atau tidak, kita dapat menganalisa kadar prolactin dan relaxin-nya. Pada saat tidak terjadi kebuntingan, maka hormon prolactin dan relaxin akan berada di level basal. Apabila terjadi kebuntingan, maka prolactin dan relaxin akan meningkat. Setelah melewati setengah masa kebuntingan, yaitu sekitar 30 hari, maka kadar relaxin tidak akan meningkat lagi. Deteksi kebuntingan pada anjing dapat pula dilakukan dengan menggunakan "canine pregnancy test kit". Namun apabila sudah melewati 40 hari masa kebuntingan, maka uji ini tidak penting lagi.

Pada anjing, kurang lebih satu harisebelum melahirkan, suhu akan turun dari 38C menjadi 37C. Hal inilah yang menjadi pertanda bahwa dalam kurun waktu 24 jam anjing tersebut akan melahirkan. Fenomena yang sama juga terjadi pada kelinci. Selain itu, pada saat akan melahirkan, maka kornua uteri yang berisikan lebih banyak anak akan berkontraksi terlebih dahulu dan mengeluarkan isinya lebih dulu. Baru kemudian diikuti dengan kornua uteri yang berisikan lebih sedikit fetus.


Sekiranya mungkin ini yang dapat saya ulas kembali dari hasil seminar tadi siang. Apabila ada kesalahan atau penambahan materi, saya dengan senang hati akan mengkoreksi. Sebenarnya, seminar ini cukup membuat kepala saya pusing karena harus memperhatikan benar-benar apa yang Prof. Tsutsui katakan dalam bahasa Jepang sehingga tidak kehilangan makna sebenarnya. Pada saat sesi tanya jawab, cukup banyak mahasiswa maupun staf pengajar yang mengajukan pertanyaan berkaitan dengan hal ini. Pertanyaan paling menarik menurut saya adalah pertanyaan yang diajukan oleh drh. Dudung mengenai ada atau tidaknya fenomena parthenogenesis pada anjing serta penggunaan hormon untuk mencegah terjadinya kebuntingan. Seperti yang kita ketahui, di Indonesia ini kebanyakan permintaan klien di klinik adalah agar anjing peliharaannya tidak berkembang biak secara tak terkontrol. Seringkali dokter hewan akan merekomendasikan tindakan bedah OH agar anjing milik klien tidak bertambah banyak. Namun, ada beberapa orang yang tidak menginginkan dokter hewan melakukan tindakan bedah terhadap hewan mereka, terutama apabila nantinya mereka masih menginginkan anjingnya memiliki keturunan.

Lalu apa solusinya?
Disebutkan oleh drh. Dudung, drh. Fachrudin, serta Prof. Tsutsui, pemberian preparat anti progesteron reseptor dapat mencegah terjadinya kehamilan. Pemberian preparat estrogen juga dapat dilakukan, namun pemberian preparat ini akan menyebabkan penurunan kadar leukosit darah, sehingga tidak disarankan. Sementara Anti progesteron reseptor tidak akan memberikan efek samping yang buruk.

Lalu sebenarnya apa fungsi dilakukannya inseminasi buatan pada anjing? Saya pun tidak mengetahui secara pasti, karena Prof. Tsutsui juga tidak terlalu membahas tujuan utama dilakukannya inseminasi. Namun menurut pandangan saya pribadi, hal ini menjadi perlu apabila pemilik anjing ingin mendapatkan anakan anjing dari bibit unggul, sementara perkawinan alami tidak mungkin dilakukan. Hal ini juga mungkin dapat digunakan untuk menjaga kemurnian suatu breed dan dapat diaplikasikan pada breeder anjing.
Saya berangan-angan cara ini dapat diaplikasikan pada anggota keluarga anjing lainnya. Apakah cara inseminasi buatan ini dapat diaplikasikan pada satwaliar famili Canidae lainnya? Tentunya hal ini bisa menjadi salah satu cara melestarikan keanekaragaman hayati yang kita miliki saat ini.

Acara seminar ini ditutup dengan pemberian penghargaan kepada Prof. Tsutsui dan drh. Fachrudin serta pembagian hadiah doorprize kepada penanya terbaik. Saya merasa seminar ini sangat bermanfaat (meskipun saya tidak berhasil mengejar waktu untuk penandatanganan kartu seminar) dan beruntung dapat menghadiri seminar ini. Beruntunglah kakak-kakak koasistensi yang diharuskan datang menghadiri seminar ini, jangan sampai disia-siakan ilmu yang didapat.
Mari menjadi dokter hewan yang berkualitas lebih baik lagi. :)

Comments