Cuplikan Film Dari Masa Lalu

Sejak masih duduk di bangku SMP, saya ingin sekali menjadi seorang sutradara. Minimal seorang penulis naskah. Kala itu, saya masih berusia 12 tahun. Itu pun belum genap. Saat itu, ada lomba membuat film pendek, yang sayangnya, hanya bisa diikuti oleh remaja berusia minimal 14 tahun. Sedih, namun saya mencoba untuk menulis sebuah naskah yang idenya mengalir begitu saja saat ditulis. Tanpa perencanaan. Saya menulis sambil berkhayal bahwa naskah tersebut akan diangkat menjadi film.

Naskah itu tidak pernah diangkat menjadi film, namun entah mengapa menjadi karya saya yang paling dikenang oleh teman-teman dekat. Sejak itu saya semakin senang menulis. Berharap suatu hari nanti karya saya akan difilmkan. Lewat sudut pandang itu, karakter-karakter saya menjadi hidup. Dialognya mengalir. Karakternya terinci. Sedikit demi sedikit, saya belajar bagaimana cara menulis. Terkadang saya berkonsultasi dengan Mbak Agnes Jessica, sahabat pena saya, mengenai tulisan-tulisan saya, mengenai masalah-masalah saya di kehidupan sehari-hari. Mbak Agnes selalu menyemangati saya, mendorong saya untuk berani melanjutkan naskah saya lalu mencoba mengirimnya ke penerbit. Tapi naskah-naskah tersebut tidak pernah selesai. Dulu ide saya terlalu banyak, dan kemauan saya terlalu sedikit. Mengutip perkataan Mbak Agnes, tekad saya itu suam-suam kuku.
Tapi saya tetap menulis hingga SMA, sambil terus meyakinkan diri untuk mengambil program studi sinematografi saat kuliah nanti.

Dan saya lulus. Terdaftar resmi menjadi mahasiswa program studi sinematografi Institut Kesenian Jakarta, setidaknya selama satu tahun. Saya ingat, dulu saya diwawancarai langsung oleh Dekan Fakultas Film dan Televisi (FFTV) IKJ, Bapak  Gotot Prakosa, S.Sn., M.Hum. Kala itu, beliau bertanya apa yang membuat saya ingin menjadi sutradara. Lalu saya pun bercerita, bahwa dulu ketika saya masih SMP, saya terpesona oleh film-film buatan Rudi Soedjarwo. Terpesona oleh caranya membuat storyline, terpesona oleh alur cerita yang ia buat-bagaimana ia mengawali cerita dan mengakhiri cerita, terpesona oleh sudut pandangnya dalam kamera, bagaimana ia mampu mengolah suatu buku menjadi sebuah film yang berkualitas. Itu awal mula saya jatuh cinta pada pekerjaan sutradara. Kemudian muncul Hanung Bramantyo, yang karya-karyanya tidak kalah bagus dengan Mas Rudi Soedjarwo. Dan yang paling mengena di hati saya adalah karya Garin Nugroho, "Rindu Kami Pada-Mu". Film itu mengisahkan tentang sekumpulan orang dengan latar belakang berbeda, yang bertempat tinggal di lingkungan suatu pasar, namun semuanya memiliki satu perasaan yang sama: Rindu akan orang-orang terkasihnya. Film ini dibuat dalam suasana Idul Fitri, dalam sebuah studio 1000m2 yang disulap menjadi sebuah pasar.
Hal itulah yang membuat saya terkagum-kagum dengan Mas Garin Nugroho. Dengan dana dan waktu yang terbatas, beliau mampu menghadirkan sebuah karya yang luar biasa.


Tapi Tuhan berkata lain, takdir membawa saya menuju IPB. Menuju fakultas kedokteran hewan. Maka saya lepas kesempatan menuju cita-cita saya, saya relakan impian gila menjadi sutradara. Toh ayah saya berkata, jadi sutradara itu tidak gampang, karena suatu saat nanti saya akan berkeluarga. Anak tidak boleh ditinggal. Toh guru saya berkata, jadi sutradara itu tidak menghasilkan banyak uang, bukan pekerjaan yang punya nama. Toh saya tidak berbakat, saya orang yang pemalu, mana bisa memimpin kru?
Ya, itu semua hanya cuplikan-cuplikan kenangan dari masa lalu, yang terkadang melintas dalam otak dan membuat saya merenung. Ternyata saya masih ingin mempelajari tentang film. Ternyata saya masih ingin menulis naskah. Nantilah, jika saya punya waktu, saya akan belajar tentang sinematografi. Belajar editing. Memuaskan ego saya yang terpendam.

Hidup ini pilihan. Maka saya memilih untuk menjadi dokter hewan saat ini. Suatu saat? Siapa yang tahu? :)

Comments

  1. jadi dokter hewan yang juga sutradara itu unik lho hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe iya, niatnya juga begitu. Tapi seperti biasa aku stuck sampai niat aja untuk sementara ini. hahaha
      Nantinya pengen jadi (minimal) kaya dokter Hari yg bikin film sendiri. =p

      Delete
  2. Semangat titha.. aku harus dapat undangan tayang perdana untuk film perdananya Talitha irsan :D

    ReplyDelete

Post a Comment